Senin, 17 Oktober 2016

menjelajahi hutan rimba gunung salak

Mendaki gunung sebuah kegiatan yang tidak akan ada bosannya untuk dilakukan. Kegiatan yang menuntut kemampuan fisik, manajemen perjalanan yang efektif dan kemampuan navigasi ini menjadi favorit para petualang. Dalam perjalanan kali ini saya mencoba untuk mendaki salah satu gunung yang menurut kalangan mountainers memiliki tingkat kesulitan yang sangat sulit. Konon di gunung ini merupakan favorit tempat untuk pendidikan para calon anggota pecinta alam tingkat sekolah menengah maupun universitas. Ya, gunung ini adalah Gunung Salak, walaupun gunung ini hanya berketinggian 2200 meter di atas permukaan laut tapi medan yang ditempuh sangat sulit dibandingkan gunung “tetangga”, Gunung Gede.
Gunung Salak sendiri terletak di Provinsi Jawa Barat. Gunung Salak sendiri mempunyai beberapa puncak seperti Puncak Salak Satu, Salak Dua, Salak Tiga, Salak Empat dan seterusnya. Setiap puncak memiliki perbedaan ketinggian dan cenderung memiliki jalur pendakian yang cukup menguras fisik. Gunung Salak dapat didaki melalui jalur Cimelati dan Cidahu. Jalur tersebut merupakan jalur yang biasa didaki oleh pendaki pada umumnya. Namun kali ini saya mencoba jalur pendakian melalui Sukamantri, Ciapus dan tujuan pendakian saya adalah Puncak Salak Dua.
Tiga hari sebelum keberangkatan menuju Gunung Salak, saya bersama teman-teman telah mempersiapkan jalur yang akan kami daki. Jalur yang kami daki tergolong jalur yang sulit dan juga termasuk jalur pendidikan. Plotting jalur di peta dan pemilihan emergency exit point telah kami tentukan. Beberapa jalur di punggungan menuju Puncak Salak terlihat curam di peta. Perkiraaan perjalanan selama empat hari telah saya antisipasi dengan logistik yang mencukupi. Alat komunikasi seperti HT saya persiapkan untuk media berhubungan dengan anggota tim. Untuk mengantisipasi medan-medan yang sulit, tali karmantel, carbiner, webbing kami persiapkan.
Menuju Entry Gunung Salak
Senja berganti malam, di antara ransel-ransel yang sudah terisi dengan barang bawaan, kami segera bersiap berangkat menuju Sukamantri dari Sekretariat Mapala UI. Sesuai dengan kebiasaan sebelum memulai perjalanan, kami berfoto dan berdoa di depan sekretariat. Dengan langkah yakin, kami melangkah bergerak menuju Stasiun Pondok Cina dan menggunakan kereta untuk menuju Stasiun Bogor. Dengan menggunakan kereta ekonomi, kami melaju menuju Bogor. Kereta idaman masyarakat ini terlihat cukup lengang walaupun di saat lalu lintas padat. Tak berapa lama kemudian sekitar 20 menit, kami sampai di Stasiun Bogor dan kami melanjutkan menggunakan kendaraan angkutan kota menuju Sukamantri, Ciapus. Malam yang cerah, udara dingin khas Kota dan bintang-bintang yang bertebaran di langit menemani kami sepanjang jalan menuju Sukamantri.  Angkutan kota ini melewati jalan yang melenggak lenggok menaik menuju Sukamantri hingga sampai pemberhentian akhir di sebuah pertigaan. Pertigaan ini dikenal oleh orang-orang sekitar sebagai “Pertigaan Ciapus-PLN”. Saya bersama teman-teman segera turun dan mengeluarkan carrier yang beratnya hampir mencapai 25 kg. Hampir semua carrieryang berukuran rata-rata 60+15 dan berberat 25 kg ini diisi dengan empat buah air mineral ukuran 1.5 L, logistik, alat memasak, baju-baju pribadi hingga alat-alat rescue. Merogoh kantong celana, kami mengeluarkan total biaya perjalanan dari Stasiun Bogor hingga Pertigaan Sukamantri-PLN sebesar Rp 8000.
Sejenak beristirahat di pinggir jalan yang sepi ini, kami berusaha mencari sebuah warung untuk makan malam karena perut sudah berbunyi. Pilihan jatuh kepada bubur ayam yang hanya satu-satunya ada di sana. Selepas makan malam ini, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki hingga pintu masuk Sukamantri yang berjarak hampir 2 km dengan medan yang menanjak. Rumah-rumah yang cukup rapat, terkadang terdengar suara hewan peliharaan dan suara penduduk sekitar menghiasi perjalanan yang menanjak ini. Sukamantri ini merupakan salah satu jalur yang jarang digunakan oleh pendaki pada umumnya dikarenakan jalur yang kurang jelas dan tertutup oleh vegetasi yang didominasi oleh pakis dan rotan. Tak lama memasuki berjalan di entry Sukamantri, kami bergerak masuk ke punggungan di sebelah barat. Vegetasi rotan, jalan yang cukup sempit dan tanah yang gembur menyambut awal perjalanan kami di hutan ini. Setelah berjalan hampir sekitar satu jam, kami memutuskan untuk mendirikan kemah untuk mengistirahatkan badan malam ini. Dengan menggunakan fly sheet berukuran 3×4 m kami bertujuh berlindung dari embun dan dinginnya malam.
Perjalanan Sebenarnya Baru Dimulai
Sinar mentari perlahan lahan muncul di ufuk timur, hangatnya mencoba membangunkan kami yang tidur terlelap, beruntung tadi malam tidak turun hujan. Jam menunjukkan pukul 7.00 pagi, kami bersiap untuk membongkar kemah dan memasak untuk sarapan pagi. Mengingat perjalanan mendaki gunung membutuhkan tenaga yang ekstra, menu pagi ini adalah nasi goreng, ayam goreng ditambah renyahnya kerupuk udang dan tak lupa sereal maupun teh manis menjadi pembuka pagi ini. Perut kenyang, hati pun senang dan kami siap melanjutkan perjalanan setelah beberapa dari kami melakukan orientasi medan untuk menentukan jalur pendakian ini.
Dengan karakteristik hutan di Jawa Barat yang cenderung bervegetasi rapat ini, kami mulai mendaki pukul 8.00 pagi sesuai dengan rencana perjalanan yang disusun di sekretariat sebelum berangkat. Punggungan yang terlihat cukup jelas kami melangkah pasti tapi tetap berpatokan kepada jalur plotingan di peta dan arah bearing di kompas. Dua jam pertama pendakian ini terasa melelahkan, langkah kaki ini terkadang harus bertemu dengan dada untuk mencapai tempat selanjutnya dalam jalur.  Jalur ini banyak kami lewati dengan teknik scrambling, dengan bantuan akar pohon yang ada dan juga kami pasang webbing sebagai safety line mengingat di tepi kiri dan kanan kami adalah lembahan yang sangat terjal. Dominasi rotan yang menutup rapat jalur juga menyulitkan kami, terlihat sekali bahwa jalur ini sangat jarang atau bahkan tidak dilalui oleh pendaki. Terpaksa tim di depan untuk membersihkan jalur dari rotan-rotan yang menghadang agar dapat melewati. Walaupun sudah dibersihkan, rotan tajam itu pun masih membelai kami serasa ingin memberikan oleh-oleh untuk dibawa pulang. Awal perjalanan di hari kedua ini serasa menguras tenaga, vegetasi rotan dan pakis tak kunjung habis menghadang kami. Akhirnya tepat jam 1.00 siang, tim memutuskan untuk berhenti istirahat dan makan siang.
Sebuah punggungan tipis diselingi vegetasi yang masih didominasi rotan menjadi tempat santap siang kami. Berbekal tramontina, rotan-rotan tajam dibabat untuk menjadikan tempat ini layak sebagai tempat mengistirahatkan badan yang sudah diserang lelah. Sinar matahari yang tembus mengintip ragu-ragu menembus lebatnya hutan menyapa kami yang duduk sambil tertawa riuh mencoba menghilangkan rasa lelah. “Yuk ngopi yuk, keluarin kompor coy, yang packing roti keluarin yee” ujar Fajri yang hari ini bertugas sebagai PJ Teknis perjalanan ini. Waktu istirahat ini tak berlangsung lama, kami segera bergegas melanjutkan perjalanan menuju target selanjutnya yaitu Puncak Salak Empat.

sumber:inisayadanhidupsaya.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar